Selasa, 19 Januari 2016

Pendalaman Alkitab: Kejadian - Apakah Penciptaan Dapat Dipercaya?


Kitab Kejadian – bahkan, keseluruhan Alkitab – dimulai dengan kisah tentang penciptaan. Walaupun fakta itu sangat penting, nyatanya kisah tentang penciptaan hanya dijelaskan dalam satu setengah pasal Kitab Kejadian. Mengapa demikian? Seperti yang sebelumnya telah kita bahas, Kitab Kejadian ditulis bukan saja untuk menjelaskan bagaimana segalanya pada mulanya, melainkan juga agar kita dapat memahami banyak hal pada waktu sekarang. Bukan karena Allah wajib memberikan penjelasan. Atau harus membela diri. Sebab Allah sama sekali tidak wajib menjelaskan tentang bagaimana Ia menciptakan segalanya. Akan tetapi, kita tidak mungkin melewatkan Kitab Kejadian tanpa membahas apa yang mungkin menjadi persoalan yang paling sering diperdebatkan dalam Alkitab.
Pada umumnya ada dua pendapat ekstrim tentang subjek penciptaan. Pertama, ada pendapat yang mengatakan bahwa kisah tentang penciptaan dalam Kitab Kejadian itu tak dapat diandalkan secara ilmiah, oleh karenanya Alkitab tidak mungkin Firman Allah yang diinspirasikan. Pendapat ekstrim lainnya menyatakan bahwa pertanyaannya bukanlah “Apakah Alkitab itu dapat dipercaya secara ilmiah?” melainkan “Apakah ilmu pengetahuan itu dapat dipercaya secara Alkitabiah?” Orang yang memiliki pendapat demikian mengatakan,“Yang layak dipertanyakan bukanlah Alkitab, melainkan ilmu pengetahuan.” Persoalan sesungguhnya adalah begini: Apakah Alkitab dan ilmu pengetahuan cocok dalam hal bagaimana dunia terbentuk? Kita perlu menempatkan segalanya ke dalam perspektif yang benar. Pertama, sifat ilmu pengetahuan itu sendiri tidaklah memberikan tempat untuk percaya kepada Allah. Bukan berarti seorang ilmuwan tidak dapat menjadi orang percaya. Melainkan, ilmu pengetahuan itu sendiri adalah studi tentang data atau fenomena yang dapat diamati dan dinilai secara objektif dan dapat diukur atau dibuktikan. Ilmu pengetahuan didasarkan pada eksperimen, kesimpulan, dan penerapan.
Ilmu pengetahuan bersifat terkendali dan dapat dikendalikan. Sedangkan dari sifat-Nya sendiri, Allah tidak mungkin dipelajari dengan cara seperti itu. Kita tidak mungkin mendekati Allah dengan metode ilmiah. Satu-satunya cara untuk datang kepada Allah adalah melalui iman, seperti yang dikatakan dalam Ibrani 11:6: “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.”  Dalam Kejadian 1:1 kita membaca: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Lalu ayat 2: “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudra raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.”  Demikianlah Alkitab mengatakan bahwa Roh Allah melayang-layang di atas ciptaan Allah tersebut dan mulai mengembangkannya, menggerakkannya dan mengubahnya. Misalnya, dalam Kejadian 1:9 dikatakan: “Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering.’ Dan jadilah demikian.”  Allah tidak berfirman: ‘Jadilah tempat yang kering.’ Itu berarti, jelas bahwa tempat yang kering atau daratan telah diciptakan ketika pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Hanya saja, daratan masih tertutup air. Dalam ayat ini, hal tersebut dibukakan. Sungguh menarik bahwa komunitas ilmiah meyakini bahwa bumi pernah berada di bawah permukaan air.  Kata “bara” atau “menciptakan” berarti menjadikan sesuatu dari yang tidak ada sama sekali. Kata ini hanya digunakan tiga kali dalam kisah tentang penciptaan ini: yaitu pada ayat 1: Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Tindakan “bara” yang pertama ini mencakup alam semesta, bumi, dan segala kehidupan tanaman.  Kata-kata lain yang digunakan antara ayat 2 hingga ayat 20, bukanlah “bara.” Melainkan kata-kata yang mengindikasikan mengubah, dari yang sudah ada menjadi bentuk lain. Tindakan “menciptakan” berikutnya terjadi di dalam air. Dalam ayat 21 kita membaca: “Maka Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.”  Kembali, ada kesepahaman di antara kisah tentang penciptaan menurut Alkitab ini dengan ilmu pengetahuan. Tampaknya para ilmuwan sangat meyakini bahwa kehidupan hewan dimulai di dalam air, persis seperti yang dikatakan dalam Alkitab. Tindakan “bara” yang ketiga terjadi dalam ayat 27: “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” 
 Kitab Kejadian menjelaskan tentang permulaan segalanya di alam semesta. Akan tetapi setelah penciptaan-penciptaan yang orisinil tersebut, Roh Allah mengubah dan mengembangkan ciptaan orisinilnya. Hal ini sejalan dengan pengamatan para ilmuwan tentang evolusi bentuk kehidupan, dan dalam hal ini saya melihat kesamaan dengan pemikiran evolusioner. Akan tetapi, ada tiga mata rantai di mana tidak ada kesepahaman sama sekali antara Alkitab dengan para ilmuwan tentang penciptaan dan evolusi. Ketiga mata rantai yang hilang ini menanyakan: Bagaimana permulaan segalanya itu? Bagaimana kehidupan tanaman berevolusi menjadi kehidupan hewan? Dan bagaimana kehidupan hewan berevolusi menjadi kehidupan manusia? Ilmu pengetahuan tidak mampu menjelaskan ketiga mata rantai yang hilang ini. Akan tetapi Kitab Kejadian jelas sekali mengatakan bahwa jawabannya adalah kata “bara” itu – Allah “menciptakan.”   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar