Rabu, 20 Januari 2016

Pendalaman Alkitab: "Kejadian - Di Manakah Engkau?"


 Salah satu bagian yang paling dikenal dari Kitab Kejadian adalah pasal ketiga, di mana Adam dan Hawa memakan buah terlarang. Pasal 2 menunjukkan manusia sebagaimana Allah menciptakannya dan menghendakinya pada mulanya. Pasal 3 menunjukkan dosa – yaitu pada mulanya maupun pada waktu sekarang. Pasal 3 menunjukkan Adam dan Hawa menghadapi keputusan yang sama seperti yang kita semua hadapi setiap harinya: Apakah kita mau mengikuti jalan Allah atau jalan kita sendiri? Allah menciptakan kita sebagai makhluk yang dapat memilih. Oleh karenanya, manusia dapat memilih kehendak Allah atau memilih kehendaknya sendiri.
Kejadian 3 menggambarkan krisis tersebut saat pertama kali terjadi. Kejadian 3 menggambarkan pergumulan kehendak pada awalnya sehingga kita dapat memahami pergumulan kehendak dalam kehidupan kita pada waktu sekarang. Latar belakang krisisnya telah diberikan dalam Kejadian 2:8-9: “Selanjutnya Tuhan Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu. Lalu Tuhan Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.”   Entah bagaimana orang menganggap bahwa yang dimaksud buah terlarang adalah buah apel, padahal tidak ada ayat yang menyebut buah apel. Sebagai gantinya, kita membaca tentang pohon kehidupan, dan pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.   Sebelum kita melanjutkan, kita perlu membicarakan gaya bahasa yang digunakan di sini. Kisah ini bersifat sejarah, namun juga bersifat kiasan. Kiasan maksudnya adalah kisah di mana orang, tempat, dan segalanya mempunyai pengertian yang lain di samping arti sejarah atau arti yang sudah jelas, dan biasanya bermuatan pengajaran moral.
Dalam menggambarkan Taman Eden, jenis-jenis pohon yang kita baca mengindikasikan bahwa Allah akan memenuhi segala kebutuhan manusia di tempat tersebut. Tolong Anda memperhatikan prioritasnya: pertama, pohonpohon tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan mata, lalu untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, lalu untuk memberikan kehidupan. Akan tetapi ada juga pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, dan Allah melarang manusia memakan buah pohon pengetahuan ini.  Dalam pasal 3, di mana dikisahkan tentang dosa pertama, tolong Anda perhatikan bagaimana urutan prioritas tersebut diubah. Bukannya mendahulukan kebutuhan mata, makanan, kehidupan, tanpa pernah memikirkan pengetahuan, Adam dan Hawa justru mendahulukan makanan, mata, pengetahuan – sehingga tidak pernah mendapatkan kehidupan. Sebagai gantinya, mereka mendapatkan kematian rohani.  Ulangan 8:3 mengatakan: “… manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan Tuhan.” Ketika kita mencari cara-cara untuk memenuhi kebutuhan dan memuaskan hasrat kita, kita takkan benarbenar hidup. Menurut ayat ini, kehidupan sejati datang dari mematuhi setiap Firman yang ke luar dari mulut Allah.  
Ketika Allah menempatkan Adam dan Hawa di Taman Eden, Ia sudah menyediakan segala yang mungkin mereka butuhkan. Allah mengetahui kebutuhan mereka sebab Dialah yang menciptakan mereka. Dan karena Dia juga yang menciptakan kita, Ia juga mengetahui kebutuhan kita, dan Ia bermaksud memenuhinya.  Anda mungkin bertanya-tanya, mengapa mata didahulukan dalam urutan prioritas di atas. Ketika Kitab Suci menyebut mata, sering kali yang dimaksudkan bukanlah mata fisik. Misalnya, dalam Matius 6:22-23, Yesus mengatakan: “Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.” Jelas yang Yesus maksudkan bukan mata fisik. Melainkan cara kita memandang segalanya, cara berpikir kita. Dan ketika Allah demikian memprioritaskan apa yang menarik dilihat di Taman Eden, sesungguhnya Allah mau menyampaikan bahwa manusia perlu memandang kepada-Nya sebagai yang memenuhi kebutuhan terbesar mereka. Dan kebutuhan terbesar Adam dan Hawa maupun kita sekarang adalah membiarkan Allah menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya kita memandang segalanya.  Akan tetapi ada lagi yang digambarkan dalam pasal 3. Setelah Adam dan Hawa menyerah kepada pencobaan, kita membaca bahwa “Ketika mereka mendengar bunyi langkah Tuhan Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap Tuhan Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. Tetapi Tuhan Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: “Di manakah engkau?” (ayat 89).   Sungguh menarik bahwa Allah memulai dialog-Nya dengan Adam dan Hawa dengan menanyakan: “Di manakah engkau? Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang?” Allah sudah mengetahui jawabannya, sebab Allah berada sekaligus di mana-mana, melihat segalanya. Allah mengajukan pertanyaan sebab ada hal-hal yang Adam dan Hawa sendiri tidak tahu. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dirancang untuk membuat mereka berpikir. Ketika Allah bertanya, “Di manakah engkau?”, sesungguhnya yang Allah maksudkan adalah “Mengapa engkau bersembunyi dari-Ku?”   Menanggapi pengakuan Adam bahwa ia bersembunyi karena dirinya telanjang, Allah menanyakan: “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang?” (ayat 11a) Dalam bahasa Ibrani, pertanyaannya adalah, “Siapakah yang membuatmu mengetahui hal itu?” Tentunya, jawabannya adalah bahwa Allah sendirilah sumber informasi tersebut, sebab Allah adalah sumber segala informasi. Ada informasi yang Allah mau kita dapatkan, namun ada juga informasi yang disimpanNya dari kita. Yang pasti, tidak ada informasi yang tidak Allah miliki. Setiap kali kita mengetahui di mana kita berada secara rohani, kalau kita merenungkannya, Allah sendirilah yang menjadikan kita mengetahui di mana kita berada dan di mana seharusnya kita berada.  Berikutnya Allah menanyakan, “Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” (ayat 11b) Adam dan Hawa telah tidak taat kepada Allah, dan sekarang mereka bersembunyi, menutupi tubuh mereka dengan daun pohon ara, menanggung konsekuensinya. Kalau Anda sedang menanggung konsekuensi yang Anda benci, tanyakanlah kepada diri sendiri: Apakah saya makan dari buah pohon terlarang? Apakah saya telah tidak menghiraukan atau tidak mentaati Firman Allah? Apakah saya mengabaikan petunjuk-Nya dalam kehidupan saya?   Pertanyaan Allah yang keempat, “Apakah yang telah kauperbuat ini?” ditujukan kepada Hawa, dan hal itu menghasilkan pengakuan, walaupun dengan alasan. Kata “mengakui” berasal dari dua kata yang berarti “mengucapkan” dan “kesamaan” – dengan kata lain, mengakui artinya “mengucapkan kesamaan”. Secara harafiah, pengakuan artinya sependapat dengan Allah tentang apa yang telah Anda perbuat. Allah menghendaki Hawa memaparkan segala faktanya di antara mereka, sehingga mereka dapat membereskan bersama-sama, apa yang telah terjadi. Itulah yang juga Allah kehendaki dari kita. Allah menghendaki kita menyadari apa yang telah kita perbuat dan mengkonfrontasikannya dengan jujur.  Kejadian 3 adalah gambaran tentang dua orang yang berbuat dosa dan bagaimana Allah menangani mereka, sekaligus gambaran tentang kita semua yang telah berbuat dosa, dan menunjukkan bagaimana Allah menangani kita ketika kita bersembunyi dari-Nya setelah berbuat dosa. Demikianlah gambaran dosa dan konsekuensinya. Juga gambaran bagaimana Allah mencari orang berdosa dan membuka jalur komunikasi.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar