Jumat, 29 Januari 2016

Pendalaman Alkitab: Keluaran - Tulah, Mujizat, dan Prinsip Kelepasan


Sekarang saya mau kita berfokus pada kisah tentang kelepasan yang digambarkan dalam Kitab Keluaran. Seperti yang telah saya katakan, kata kelepasan adalah sama dengan kata keselamatan. Ketika kita sampai kepada subjek tentang kelepasan dalam Kitab Keluaran, tentang keselamatan yang dialami oleh umat Allah, kita melihat kuasa Allah. Hal itu adalah karena tidak ada yang namanya keselamatan tanpa kuasa Allah, baik dulu maupun sekarang. Dalam Kitab Keluaran, Anda akan melihat kuasa Allah diperlihatkan dengan cara yang sangat unik, dimulai dengan kesepuluh tulah.  
*Tulah
Kisah kesepuluh tulah adalah gambaran tentang suatu kebenaran besar yang diajarkan dalam Alkitab mulai dari Kitab Kejadian hingga Kitab Wahyu. Dalam 1 Yohanes 4:4, kebenaran ini dinyatakan demikian: “Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar daripada roh yang ada di dalam dunia.” Demikianlah penerapan devosional dari kisah tentang kesepuluh tulah itu. Dalam Keluaran 5:1, Musa dan Harun mengajukan permohonan mereka yang pertama kepada Firaun untuk melepaskan bangsa Israel. Akan tetapi Firaun hanya mengejek. Permintaan itu sangat menggelikan. Motivasi apa yang mungkin dimiliki Firaun? Alasan yang mereka berikan tidak berarti apa-apa bagi Firaun: “Allah bangsa Ibrani telah menjumpai kami; oleh karenanya, lepaskanlah kami sebab demikianlah Allah menyuruh kami untuk menyampaikannya kepadamu.” (1) Dalam kisah ini, kita juga melihat apa yang mungkin kita sebut sebagai “prinsip-prinsip kelepasan” dari kuasa dosa atau kejahatan. Saat Musa menuntut kelepasan umat Allah dan Firaun menolak melepaskan mereka, datanglah tulah. Pada akhirnya, tulah-tulah ini merubah keadaan. Sedikit demi sedikit, Firaun mulai takluk kepada kuasa Allah. Akan tetapi, sementara Firaun mulai takluk kepada kuasa Allah, tolong Anda perhatikan dialog di antara Musa dengan Firaun. Banyak orang yang meyakini bahwa Musa adalah gambaran pembebas kita, yaitu Yesus Kristus, dan Firaun adalah gambaran Iblis, yang melambangkan kejahatan. Kalau kita memahami dinamika dari apa yang terjadi di antara Musa dengan Firaun, kita mungkin memahami dinamika dari apa yang terjadi di antara Yesus Kristus dengan Iblis sekarang ini dalam kelepasan atau keselamatan kita. Misalnya, perhatikan apa yang dikatakan Firaun dalam Keluaran 8:25 setelah Musa menuntut bangsa Israel untuk diizinkan pergi dan memberikan persembahan kepada Allah mereka. Firaun berkata, “Pergilah, persembahkanlah korban kepada Allahmu di negri ini.” Dengan kata lain, “Jangan meninggalkan Mesir!” Setelah beberapa tulah lagi, Firaun kembali setuju melepaskan bangsa Israel untuk mengadakan ibadah keagamaan mereka, namun ia bersikeras menuntut kompromi: “Baik, silakan pergi, namun jangan terlalu jauh.” (8:28). Hal ini merupakan gambaran bagaimana tekanan menimpa mereka yang baru saja menjadi orang  percaya. Misalnya, “Baiklah, kalau engkau mau menjadi orang Kristen, silakan, namun aku berharap engkau tidak menjadi fanatik seperti mereka itu. Maksudku, aku berharap engkau tidak terlalu jauh atau terlalu serius.” 
Dalam Keluaran 10:8-10, setelah beberapa tulah lagi, Firaun mengalah sedikit lagi. “Baiklah, silakan pergi, namun jangan membawa anak kalian. Tinggalkan anak kalian di Mesir.” Ketika Iblis mengetahui bahwa ia tidak lagi mungkin membuat kita mengkompromikan iman kita, ia akan berusaha menguasai anak kita. Sungguh menakjubkan betapa begitu banyak orang yang menjadi beriman namun mereka “meninggalkan anak-anak mereka di Mesir.” Setelah beberapa tulah lagi, Firaun mengatakan, “Silakan pergi, namun tinggalkan ternakmu di Mesir” (10:24). Seolah-olah si jahat meminta agar kita tidak membawa kekayaan kita ke dalam iman kita. Saya percaya bahwa demikianlah strategi Iblis, yang dalam hal ini dilambangkan oleh Firaun. Prinsip pertama kelepasan adalah jangan pernah berkompromi dengan Iblis. Jangan membiarkan si jahat menggoda Anda untuk menetap di Mesir (dunia), bersikap apatis tentang iman Anda, meninggalkan anak-anak Anda di Mesir, atau meninggalkan kekayaan Anda di Mesir. 
*Mujizat
Akan tetapi kalau Anda sudah terlanjur berbuat dosa, seperti sebagian besar orang, bagaimana jalan ke luarnya? Kitab Keluaran mengatakan: untuk ke luar dari perbudakan dan tirani dosa, Anda membutuhkan mujizat. Kita melihat gambaran tentang mujizat-mujizat yang kita butuhkan digambarkan dalam Paskah, dan dalam menyeberangi Laut Merah. Mujizat-mujizat itu menjadi tanda dari kelepasan terakhir bangsa Israel dari Firaun. Tulah terakhir adalah amarah murka Allah yang mengambil nyawa semua putra sulung di Mesir. Disaat umat pilihan Allah merayakan Paskah, amarah murka Allah lewat di atas orang Mesir. Yesus menunjukkan hubungan antara Paskah ini dengan keselamatan kita ketika Ia memberitahu para rasul bahwa kematian-Nya di kayu salib adalah penggenapan dari segala yang digambarkan dalam Paskah (Lukas 22:16). Sepanjang dialog Musa dengan Firaun, Anda tahu bahwa Firaun tetap tidak mau melepaskan bangsa Israel. Firaun terus saja mengubah pikirannya. Sebentar Firaun mengatakan, “Silakan pergi,” namun ketika tulahnya mereda, ia mengatakan, “Jangan pergi.” Bahkan setelah melepaskan mereka, Firaun kembali mengalami perubahan hati. Ketika umat Allah terpojok di Laut Merah, Firaun mengerahkan armadanya dan tampaknya Firaun mau membantai mereka. Jelas bangsa Israel kembali membutuhkan mujizat. Musa melakukan apa yang Allah perintahkan kepadanya, dan sisa ceritanya sudah tidak asing lagi. Laut Merah terbelah menjadi dinding yang sangat tinggi, dan bangsa Israel menyeberanginya dengan berjalan di atas tanah yang kering. Ketika bangsa Mesir berusaha mengejar mereka, dinding air tersebut roboh menenggelamkan bangsa Mesir. (14:21-28). Ketika membaca tentang mujizat dalam Perjanjian Lama, Anda harus memutuskan apakah Anda mempercayai hal supernatural atau tidak. Saya percaya kepada mujizat ini. Saya mempercayai kisah ini apa adanya. Saya percaya bahwa kejadiannya persis seperti yang digambarkan. Saya percaya bahwa kisah ini menggambarkan keselamatan kita. Dibutuhkan mujizat Allah untuk menyelamatkan Anda. Dibutuhkan mujizat Allah untuk menyelamatkan saya. Itulah yang digambarkan mujizat Paskah dan terbelahnya Laut Merah bagi kita. Setelah bangsa Israel menyeberangi Laut Merah dan mencapai padang belantara, mereka menghadapi suatu masalah baru. Apa yang akan mereka makan dan minum di tengah-tengah padang belantara? Antara dua hingga tiga juta orang membutuhkan makanan dan air. Musa tidak tahu harus bagaimana. Akan tetapi Allah tahu. Sekali lagi, Allah memenuhi kebutuhan mereka dengan mujizat. Pada suatu pagi mereka bangun, seluruh tanah ditutupi oleh benda berwarna putih. Mereka heran, “Apa ini?” Dalam bahasa Ibrani, pertanyaan “Apa ini?” adalah manna, maka demikianlah mereka menyebutnya. Sejak saat itu, manna selalu datang bagi mereka setiap pagi. Makanan yang Allah sediakan bagi bangsa Israel jelas sudah memenuhi segala kebutuhan gizi mereka, sebab mereka memakannya selama empat puluh tahun. Pemeliharaan supernatural ini menunjukkan satu lagi mujizat yang kita butuhkan – yaitu ketahanan. Siapa atau apa yang menjadi sumber ketahanan Anda? Apakah Anda mengandalkan perekonomian negara, atau mengandalkan kemampuan Anda untuk memenuhi kebutuhan Anda? Sumber dari segala yang kita butuhkan adalah Allah. Ketika kita bersandar kepada-Nya, Ia memberi kita apa yang kita butuhkan, saat kita membutuhkannya. Mereka harus mengumpulkan manna itu setiap hari, yang melambangkan ajaran Yesus, bahwa ketika berdoa, kita mengatakan, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”. Sebelum makan, kita mengucap syukur atas makanan kita, mengakui fakta bahwa Allah adalah sumber dari makanan tersebut dan juga sumber dari segala yang kita butuhkan. Pemeliharaan Allah terhadap bangsa Israel selama empat puluh tahun mengembara di padang belantara mengingatkan kita akan kebenaran tentang pemeliharaan Allah. 
*Kelepasan Kita
Dalam Kitab Keluaran, kita juga menemukan dasar keselamatan kita dan bentuk ibadah kita yang terpenting. Sakramen pada inti kelepasan bangsa Israel telah menjadi sakramen pada inti keselamatan kita. Umat Allah telah diperintahkan untuk mengorbankan seekor domba dan mengoleskan darahnya pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas rumah mereka. Demikianlah gambaran salib Kristus, yang memungkinkan amarah murka Allah lewat dari pada kita. Yesus, Anak Domba Allah, dikorbankan demi kita, dan darah Yesuslah yang menyelamatkan kita. Yesus Kristus adalah Anak Domba Allah, yang digambarkan oleh Anak Domba Paskah. Saya berdoa semoga Anda melihat mujizat yang melepaskan bangsa Israel dalam Kitab Keluaran ini sebagai gambaran tentang mujizat yang menyelamatkan kita sekarang ini.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar