Dalam Kitab Kejadian, kita membaca bahwa ketika manusia berbuat dosa,
konsekuensi terburuknya adalah perceraian atau perpisahan dengan Allah.
Rekonsiliasi bagi perceraian adalah masalah yang fundamental. Untuk itulah
Alkitab dimaksudkan, begitu juga dengan Kemah Suci, yaitu sebagai
solusi untuk masalah ini.
Lalu mengapa kita tidak lagi mempersembahkan hewan
korban sekarang? Sebab persyaratan Allah telah berubah. Ketika kita membaca
Kitab Ibrani, kita akan membahasnya lebih lanjut. Akan tetapi, ringkasnya,
Ibrani 9 mengatakan bahwa Kemah Suci hanyalah lambang dari Tabut Perjanjian
lainnya yang ada dalam dimensi sorgawi. Tabut Perjanjian sorgawi ini bukan
terbuat dari material fisik. Materialnya adalah bahan sorgawi dan rohani.
Tabut Perjanjian yang Allah perintahkan dibangun
oleh Musa hanyalah ekspresi sederhana, yang kelihatan, yang berwujud, dari
tabut perjanjian rohani yang tak berwujud yang digambarkan dalam Ibrani 9. Ingatlah,
ketika Yesus mati di kayu salib, tabir di bait Salomo terbelah dari atas ke
bawah. Ingatlah juga bahwa sekali setahun sang imam besar akan masuk ke Tempat
Maha Kudus, dan ia akan menumpahkan darah untuk membasuh dosa semua orang.
Dalam pengertian yang sama, ketika Yesus mati di kayu salib, Ia menjadi Imam
Besar Agung, dan di sorga, Ia masuk ke tabut perjanjian sorgawi. Pada Mezbah Tembaga
di tabut perjanjian sorgawi, Yesus mempersembahkan kematian-Nya sebagai
penggenapan akhir dari segala persembahan hewan korban. Ia pergi kebejana pembasuhan,
dan hanya Yesuslah yang memungkinkan pembasuhan secara permanen.
Sebelum kematian Kristus, orang berdosa tidak
dapat mendekati Allah. Hanya sang imam yang dapat mendekati Allah dan menjadi
perantara bagi orang yang berdosa. Akan tetapi semuanya itu ditiadakan ketika
Yesus Kristus mati di kayu salib. Ketika Yesus mati di kayu salib, Ia
memungkinkan kita langsung datang ke hadirat Allah.
Implikasi penting lainnya adalah bahwa tubuh kita
sekarang menjadi bait Allah. Intinya Paulus menulis: “Tidak tahukah kamu bahwa
Roh Kudus diam di dalam kamu? Siapa pun yang menajiskan bait-Nya akan
dihancurkan oleh Allah, sebab bait-Nya kudus dan kamu adalah bait-Nya itu.”
Rasul Paulus berusaha menyampaikan kebenaran tersebut kepada jemaat di
Korintus, yang dikuasai oleh dosa seksual. Paulus ingin menyampaikan: “Tubuhmu
bukanlah untuk seks, tubuhmu adalah untuk Allah. Tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu
adalah bait Allah, dan Allah hidup di dalam kamu?”(1 Korintus 6:15-20). Dalam
Kolose 1:27 Paulus mengatakan:“Kepada mereka Allah mau memberitahukan, betapa
kaya dan mulianya rahasia itu di antara bangsa-bangsa lain, yaitu:Kristus ada
di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan!”
Kristus di dalam diri Anda adalah suatu mujizat.
Hal itu berarti bahwa kehadiran Allah ada di dalam diri Anda; dan hal itu juga
berarti bahwa Anda sudah memiliki segala yang Anda butuhkan untuk hidup menurut
cara hidup yang Allah kehendaki.
Sekarang mari kita membayangkan penerapan ilustrasi
indah tentang kemah suci itu dalam kehidupan kita masing-masing. Ketika Anda
bangun di waktu pagi, saya sangat merekomendasikan agar Anda bersaat teduh, menyembah
di dalam hadirat Allah sebelum Anda keluar rumah dan menjalani kehidupan Anda
hari itu. Cobalah membayangkan diri Anda memasuki Kemah Suci itu. Cobalah membayangkan
diri Anda mendekati Mezbah Tembaga dan mempercayai Kabar Baik bahwa Yesus
Kristus adalah Anak Domba Allah yang mati di kayu salib demi dosa-dosa Anda. Kalau
Anda belum percaya kepada Yesus Kristus untuk pengampunan dosa-dosa Anda,
lakukanlah sekarang juga. Lalu, ucapkanlah syukur kepada Allah atas pengampunan
Anda pada salib Kristus, dan tegaskanlah keyakinan Anda bahwa Kristus adalah korban
yang sempurna bagi dosa-dosa Anda.
Sekarang bayangkan Anda mendekati bejana pembasuhan,
di mana Anda membasuh tangan dan kaki Anda, di mana Anda membutuhkan
pembersihan terus menerus. Apakah ada hal-hal yang kotor dalam kehidupan Anda,
yang tidak berkenan bagi Allah? Akuilah semuanya itu kepada Allah; berpalinglah
dari semuanya itu sehingga Anda bersih.
Lalu, ibaratnya, Anda masuk ke dalam Tempat Kudus dan berdirilah di
hadapan kandil. Ucapkanlah syukur kepada Allah atas Penyataan atau Wahyu-Nya,
ucapkanlah syukur bahwa Ia tidak membiarkan Anda di dalam gelap perihal kehidupan
dan keselamatan. Ucapkanlah syukur atas Firman- Nya.
Lalu bayangkan berdiri di hadapan meja roti sajian, dan ucapkanlah
syukur atas pemenuhan segala kebutuhan Anda. Akuilah Allah sebagai sumber
segala makanan dan segala milik Anda, dan sumber pemenuhan segala kebutuhan Anda.
Akuilah Dia sebagai yang memenuhi kebutuhan Anda, dan akuilah hal itu dengan
ucapan syukur.
Lalu, saat membayangkan Mezbah Ukupan, bayangkanlah mujizat doa. Luangkanlah
waktu untuk mendoakan segala detil kebutuhan dan tantangan Anda hari itu. Lalu,
ketika Anda membayangkan Tempat Maha Kudus, ingatlah bahwa ada yang namanya
Kehadiran Allah yang Ilahi. Ingatlah bahwa Roh Allah ada di dalam diri Anda dan
bahwa Anda dapat berada di dalam hadirat Allah di mana pun Anda berada. Anda
tidak membutuhkan seorang imam untuk mewakili kita memasuki hadirat Allah. Anda
tidak perlu menjalani struktur ibadah seperti di Kemah Suci, sebab ketika Yesus
mati di kayu salib, Ia sudah memungkinkan Anda untuk langsung memasuki hadirat
Allah.
Banyak sekali penerapan rohani dari Tabut
Perjanjian ini. Yang terpenting adalah: Orang berdosa masih mungkin mendekati
Allah yang Kudus dan benar-benar memasuki hadirat-Nya melalui cara hidup baru
yang dimungkinkan melalui Yesus Kristus, Tuhan kita.
Ketika kita menghargai apa yang telah dilakukan
Allah untuk memungkinkan semuanya itu, mungkin kita berpikir bahwa manusia akan
berbondong-bondong masuk ke dalam hadirat Allah. Akan tetapi, kenyataannya
tidaklah demikian. Mengapa? Apakah Anda pernah memasuki hadirat Allah yang Kudus?
Yesus mengklaim, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun
datang kepada Bapa kalau bukan melalui Aku.” (Yohanes 14:6). Kita melihat Injil
ini digambarkan dalam Kemah Suci. Allah mau berjumpa dengan Anda dan menjadikan
kehidupan Anda sebagai Tabut Perjanjian-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar