Untungnya, kematian Habel tidak menjadi
kematian dari kebaikan. Dua generasi berikutnya, dalam Kejadian 4:26, kita
melihat kejadian pertama di mana manusia menginisiatifkan persekutuan dengan
Allah lewat doa. Hingga saat itu, segala komunikasi di antara Allah dengan
manusia adalah atas inisiatif Allah.
Kita semua terkadang menghadapi konflik. Terkadang bukan kita sumbernya,
terkadang bersumber dari kita. Akan tetapi, setiap kali Anda menemukan diri
Anda terlibat dalam sebuah konflik, cobalah mengendalikan perasaan Anda lalu
tanyakan kepada diri sendiri, apa sesungguhnya masalah Anda. Lalu, seperti yang
disarankan Kejadian 4:7, lakukanlah kebenaran, jadilah berkenan di mata Allah
maupun diri sendiri sehingga Anda tidak perlu memukuli orang-orang yang tidak
bersalah sampai mati.
Sekarang kita sampai ke bagian terbesar
dari Kitab Kejadian, yang ada hubungannya dengan tiga tokoh terkenal dalam
Alkitab: Abraham, Yakub dan Yusuf. Ingatlah, banyaknya tempat yang diberikan
bagi sebuah subjek menjelaskan sesuatu betapa pentingnya subjek tersebut. Iman,
adalah tema dari kisah Abraham dalam kitab Kejadian. Saat kita mempelajari
beberapa pasal berikutnya, Allah menghendaki kita memahami iman pada mulanya
dan iman pada waktu sekarang. Ibrani 11, yang dikenal sebagai Pasal Iman dalam
Alkitab, mengatakan begini: “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan
kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa
Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh
mencari Dia.” (ayat 6). Karena iman demikian penting dan Allah menghendaki kita
memahami iman, maka Allah menceritakan tentang seseorang bernama Abraham.
Dibandingkan dengan tokoh lain dalam Alkitab, Abraham inilah yang paling banyak
disebut dalam Perjanjian Baru, dan selalu dalam hubungannya dengan iman. Kalau
Anda ingin memahami iman, Anda perlu memahami Abraham.
Namanya Pria ini adalah definisi iman yang
hidup. Ketika pertama kali berjumpa dengannya di akhir Kejadian 11, namanya
Abram, yang artinya “bapa banyak anak.” Sungguh nama yang ironis bagi pria tak
beranak yang sudah berusia 75 tahun! Akan tetapi, Allah memberitahu Abram: “Aku
akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika
seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmu pun akan dapat
dihitung juga.” (13:16). Dan dari ketaatan Abram yang setia terhadap setiap
petunjuk Allah, kita dapat menduga bahwa Abram mempercayai Allah dalam hal itu
– setidaknya lebih sering mempercayai-Nya. (lihat Kejadian 16).
Mezbah-mezbahnya Biasanya kita
membayangkan diri dipanggil ke suatu ladang misi atau ke sebuah gereja atau ke
sebuah organisasi. Akan tetapi, apakah pernah terpikirkan, bahwa kita dipanggil
hanya kepada Allah? Bagaimana seandainya Allah meminta Anda menuju ke padang
belantara yang tidak berpopulasi, tanpa menjelaskan alasan-Nya? Itulah yang
terjadi kepada Abraham ketika ia sudah berusia 75 tahun (lihat 12:1-4). Allah
memanggil Abraham untuk meninggalkan ayahnya, negri asalnya, dan seluruh sanak
saudaranya, menuju ke padang belantara. Seperti halnya dengan kisah lain, ada
dua sisi dalam kisah ini: sisi Allah dan sisi manusia. Untuk melihat sisi
Allah, silakan mempelajari penampakan diri Allah kepada Abraham. Allah
menampakkan diri-Nya kepada Abraham sebanyak delapan kali. Allahlah yang
menginisiatifkan hubungan dengan Abraham, dan demikian pula dengan hubungan
setiap manusia dengan Allah. Dalam Roma 3:11, Paulus menjelaskan bahwa tidak ada
manusia yang mencari Allah. Allahlah yang mencari manusia. Kalau seseorang
tampak seolah-olah mencari Allah, ia hanya menanggapi inisiatif Allah
mencarinya. Allahlah yang selalu menginisiatifkan hubungan. Sisi manusia atau
respons Abraham terhadap Allah, tampak dalam bentuk keempat mezbah yang
dibangunnya. Mezbah pertamanya dibangun di dataran More, di mana Allah
menampakkan diri kepadanya dan mengatakan, “Aku akan memberikan negri ini
kepada keturunanmu.” (12:7). Kata More secara harafiah berarti “mengajar atau
mencari.” Saya menyebut mezbah Abraham yang pertama ini “Mezbah Respons” karena
dibangun sebagai respons kepada Allah yang memanggilnya ke padang belantara.
Mezbah Abraham yang kedua dibangun di antara Ai dengan Betel. Dalam bahasa
Ibrani, Betel artinya “rumah Allah.” Karena Allah tidak mempunyai rumah pada
titik tersebut, kata ini tampaknya berarti “tempat di mana Allah berada.” Ai
artinya, “Reruntuhan, kesengsaraan, lubang.” Roma 6:23 mengatakan: “Upah dosa
adalah maut,” dan Ai mewakili maut. Di sebelah timur Ai terletak Sodom dan
Gomora. Pada mezbahnya yang pertama, Abram mengatakan, “Ajarilah aku.” Pada
mezbah yang kedua, dilihat dari letaknya, Abram mau menunjukkan bahwa ia belum
memutuskan bagaimana responsnya terhadap apa yang sedang Allah ajarkan
kepadanya. Abram meninggalkan mezbah yang kedua ini, baik secara geografis
maupun secara rohani, lalu pergi ke selatan. Abram menyuruh istrinya mengaku
bahwa dirinya saudara perempuan Abram supaya orang Mesir takkan membunuh Abram
demi mengambil istrinya. Abram mengalami banyak masalah dan tampaknya “gagal”
secara rohani. Setelah insiden tersebut, Abraham kembali ke lokasi mezbah
keduanya dan berseru kepada Allah. Setelah ibadah yang tulus itu, Abraham
menyarankan kepada Lot agar mereka berpisah. Kitab Suci tidak menjelaskan apa
yang mereka bicarakan, namun tampaknya Allah menunjukkan kepada Abraham bahwa
seharusnya Abraham tidak mengajak Lot sedari mulanya. Dan karena kemudian kita
melihat Lot menetap di Sodom dan Gomora, kita baru mengerti alasannya. Lot
pergi ke timur; Abraham pergi ke barat dan membangun mezbahnya yang ketiga di
sebuah tempat bernama Hebron. Kata Hebron berarti “persekutuan.” Menurut saya
nama ini pun bersifat simbolis. Di mana mezbah yang pertama mengatakan,
“Ajarilah aku,” mezbah kedua mengatakan, “Aku tidak tahu pasti,” atau “Aku
masih ragu,” mezbah ketiga mengindikasikan, “Ya Allah, aku ingin mengenal-Mu.”
Saya menyebut mezbah ketiga ini “Mezbah Hubungan.” Dalam dua pasal pertama dari
kisah Abraham, yaitu Kejadian 12 dan 13, Abraham membangun tiga mezbah. Abraham
tidak membangun mezbah lagi hingga Kejadian 22. Apa yang terjadi antara mezbah
yang ketiga dengan yang keempat? Ketika Abraham mengatakan, “Ya Allah, aku
ingin mengenal-Mu,” menurut saya Allah menjawab, “Abraham, kalau engkau mau
menjalin hubungan dengan-Ku, ketahuilah sesuatu. Kalau Aku berarti sesuatu, Aku
adalah segalanya. Sebab, sampai engkau memandang-Ku sebagai segalanya, engkau
belum melihat-Ku sebagai apa pun.” Dan kehidupan Abraham penuh dengan hal-hal
lain yang belum mau dilepaskannya. Dalam Kejadian 16 kita melihat Abraham dan
Sara menjadi prihatin bagaimana Allah akan memenuhi janjiNya untuk memberikan
keturunan – maka mereka memutuskan untuk menolong-Nya. Atas saran istrinya,
Abraham berhubungan dengan Hagar, hamba istrinya dari Mesir (ayat 1-4). Anak
yang dihasilkannya adalah Ismael, yang menjadi bapa bangsa Arab. Tidak akan ada
krisis Timur Tengah sekarang ini seandainya Abraham tidak memutuskan untuk
menolong Allah.
Saya percaya bahwa Sara mewakili satu lagi
masalah dalam hubungan Abraham dengan Allah. Mezbah ketiga, yaitu Mezbah
Hubungan, mewakili hubungan vertikal dan hubungan horizontal. Keduanya tak
terpisahkan. Untuk mengenal Allah, Allah harus diberikan tempat yang menjadi
hak-Nya dalam segala hubungan Abraham. Allah harus berbicara kepada Abraham
tentang Lot dan mengeluarkan Lot dari kehidupan Abraham. Lot mewakili
orang-orang dalam kehidupan kita yang tidak Allah kehendaki dalam kehidupan
kita. Allah juga harus mengeluarkan Ismael dari kehidupan Abraham. Ismael
mewakili faktor iman yaitu bahwa musuh terbesar dari berkat terbaik dari Allah
adalah sesuatu yang baik. Allah menampakkan diri kepada Abraham dan menyuruhnya
mengusir Ismael. Satu per satu, Allah menyingkirkan semua orang yang berebut
tempat pertama dalam kehidupan Abraham. Sara masalah lain. Sara adalah gambaran
orang yang memang ditempatkan Allah dalam kehidupan kita, namun yang tidak kita
sadari sebagai karunia Allah. Allah harus dua kali menampakkan diri kepada
Abraham tentang Sara. Kedua kalinya, Allah mengatakan, “Tentang istrimu Sarai,
janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya. Aku akan
memberkatinya, dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak
laki-laki.” (17:15-16). Ketika Abraham mendengarnya, ia tertunduk dan tertawa!
Ketika Sara mendengar kabar tersebut, ia juga tertawa! Setahun kemudian,
lahirlah seorang anak bagi Abraham dan Sara, dan Allah menyuruh mereka
menamainya Ishak, yang dalam bahasa Ibrani berarti “tawa.” Allah tidak pernah menghendaki
“pahlawanpahlawan iman” ini melupakan bahwa mereka menertawakan-Nya ketika Ia
memberitahukan apa yang akan Ia lakukan. Pada akhirnya, ketika Ishak masih
muda, Abraham membangun mezbah keempat, dan inilah mezbah yang terpenting.
Mezbah ini dibangun di gunung Moria. Moria artinya “Yehovah akan menyediakan.”
Sebelumnya, Abrahamlah yang memilih lokasi mezbahnya. Akan tetapi mezbah
keempat ini lain. Kali ini, Allahlah yang memilih lokasinya. Dan kali ini,
Allahlah yang meminta persembahannya – yaitu Ishak. Ishak bukan saja putra
satu-satunya Abraham dan Sara setelah mereka tua, melainkan juga penggenapan
iman selama dua puluh lima tahun. Dan sekarang, bertentangan dengan nalar,
Allah mengatakan, “Aku menginginkan Ishak.” Dan Abraham membawa Ishak dengan maksud
memenuhi permintaan Allah. Akan tetapi pada menit-menit terakhir, setelah
Abraham membuktikan ketaatannya, Allah menyediakan seekor domba jantan sebagai
pengganti nyawa Ishak (lihat 22:1-19). Abraham menyebut tempat itu
Yehovah-Jireh, yang berarti “Yehovah akan menyediakan.” Melalui mezbah-mezbah
Abraham terdapat kiasan iman, bahwa pada gunung pilihan Allah, pada mezbah
dimana “Allah yang diutamakan,” Allah menyediakan buah dari iman selama dua
puluh lima tahun. Abraham bukan mempersembahkan Ishak pada mezbah keempat ini.
Pada mezbah dimana “Allah yang diutamakan” ini Abraham mempersembahkan dirinya.
Pesan Alkitab ialah “Allah yang utama”. Hal itu tidak mudah, namun juga tidak
rumit. Entah apakah Allah itu Allah Anda, atau bukan. Pada akhirnya, bagi Abraham,
Allah adalah Allahnya.
Bab 10 Siapakah Engkau?
Kisah Yakub adalah kisah yang menakjubkan.
Nama Yakub berarti “Penyambar” sebab ketika ia lahir dengan saudara kembarnya,
ia sedang memegangi tumit kakaknya itu. Ternyata Yakub hidup sesuai dengan
namanya itu. Ada dua hal yang layak dimiliki dalam keluarganya dan Yakub
menyambar kedua-duanya. Hak kesulungan
adalah warisan yang jatuh ke tangan putra sulung, dan berkat adalah janji yang
Allah berikan kepada Abraham yang diteruskan kepada Ishak dan akan diteruskan
kepada putra sulung. Esau, kakak Yakub, menjual hak kesulungannya kepada Yakub
demi semangkuk sup dan Yakub memperdayai ayahnya dan mencuri berkat dari
kakaknya. Setelah Yakub memperdayai ayahnya dan menyambar hak kesulungan dan
berkat tersebut, ibunya datang kepadanya dan mengatakan, “Engkau harus pergi,
Yakub, sebab kakakmu mau membunuhmu. Pergilah menetap pada Laban, saudara ibu,
selama beberapa lama hingga kakakmu tenang.” (lihat 27:42-43). Pada malam
pertama Yakub meninggalkan rumahnya, ia bermimpi. Di dalam mimpinya, Yakub
melihat sebuah tangga melalui mana para malaikat turun naik ke langit. Dalam
mimpinya Yakub melihat Allah menampakkan diri kepadanya dan menegaskan kembali
janji-Nya kepada Abraham, yaitu kakek Yakub. Allah berjanji akan menjadikan
Yakub bagian dari rencana-Nya, sambil menambahkan, “Sesungguhnya Aku menyertai
engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke mana pun engkau pergi, dan Aku akan
membawa engkau kembali ke negri ini, sebab Aku tidak akan meninggalkan engkau,
melainkan tetap melakukan apa yang telah Kujanjikan kepadamu.” (28:15). Yakub terjaga dari mimpinya dengan
penuh rasa takjub. “Sesungguhnya Tuhan ada di tempat ini, dan aku tidak
mengetahuinya.” (ayat 16). Dan sebelum melanjutkan perjalanannya, Yakub
mengambil batu yang telah digunakannya sebagai bantal dan mengurapinya dengan
minyak, bersumpah akan mengembalikan sepersepuluh dari segala yang Allah
berikan kepadanya (18-22).
Pergumulan Yakub Yang terjadi berikutnya
adalah bagian utama kisah tentang Yakub. Setelah dua puluh tahun bekerja keras
bagi pamannya, Laban, Yakub mendapatkan pengalaman rohani yang sangat pribadi
dengan Allah. Pengalaman tersebut digambarkan dalam Kejadian 32, di mana kita
membaca: “Dan seorang laki-laki bergulat dengan dia sampai fajar menyingsing.
Ketika orang itu melihat, bahwa ia tidak dapat mengalahkannya, ia memukul sendi
pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok, ketika ia bergulat
dengan orang itu. Lalu kata orang itu: ‘Biarkanlah aku pergi, karena fajar
telah menyingsing.’ Sahut Yakub: ‘Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika
engkau tidak memberkati aku.’ Bertanyalah orang itu kepadanya: ‘Siapakah
namamu?’ Sahutnya: ‘Yakub.’ Lalu kata orang itu: ‘Namamu tidak akan disebutkan
lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan
manusia, dan engkau menang.’ Bertanyalah Yakub: ‘Katakanlah juga namamu.’
Tetapi sahutnya: ‘Mengapa engkau menanyakan namaku?’ Lalu diberkatinyalah Yakub
di situ. Yakub menamai tempat itu Pniel, sebab katanya: ‘Aku telah melihat
Allah berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong!’ (24-30). Tolong Anda
memperhatikan pertanyaan Allah kepada Yakub: “Siapakah namamu?” Di zaman
Alkitab, nama mempunyai makna, seperti yang telah kita temukan. Nama
menjelaskan sesuatu tentang orang yang bersangkutan, nama menjelaskan identitas
orang yang bersangkutan. Dengan pertanyaan tersebut, Allah bukanlah menanyakan
nama Yakub. Melainkan, “Siapakah engkau?” Dan tentu, hal itu bukan karena Allah
perlu mengetahui jawabannya, melainkan karena Allah mau Yakub sendiri
mengetahui jawabannya. Nama Yakub, seperti yang telah kita lihat, berarti
“Penyambar.” Akan tetapi nama barunya, yaitu Israel, nama yang akan diemban
seluruh keturunannya, berarti “Pejuang.” Ada satu hal penting lagi dalam kisah
ini yang jangan sampai kita lewatkan. Saya menyebutnya “Berkat Mahkota Lumpuh.”
Karena Yakub demikian nakal, Allah tidak bisa memberkatinya sampai Ia
mematahkan kakinya. Terkadang Allah tidak bisa menembus kita dengan cara lain
lagi, dan oleh karenanya Allah terpaksa melumpuhkan kita entah dalam hal apa,
memaksa kita untuk mengandalkan Dia. Demikianlah yang terjadi pada Yakub. Dan
pada akhirnya, Yakub menangkap pesan Allah. Ketika pada akhirnya ia berjumpa
dengan Esau – dimana ia tidak menghajarnya melainkan merangkul dan mengecupnya
– Yakub memberitahu Esau bahwa ia memiliki banyak istri, anak, dan ternak
karena “Allah telah memberi karunia kepadaku.” (33:11). Bukan karena Yakub
menyambarnya, melainkan berkat kasih karunia Allah. Kasih karunia adalah ciri
Allah di mana Ia melimpahkan berkat-Nya kepada kita, padahal kita tidak pantas
mendapatkannya. Belas kasihan Allah menahan apa yang sesungguhnya pantas kita
dapatkan dari Allah. Allah juga mengajari kita untuk tunduk kepada-Nya.
Terkadang Allah memilih melakukan hal itu dengan cara mematahkan kita, sehingga
Ia dapat memberkati kita. Kita sungguh perlu memandang ke tiga tempat untuk
mengetahui Allah menghendaki kita menjadi siapa. Pertama, kita perlu memandang
ke atas. Dalam seluruh kisah Alkitab yang akan kita pelajari, kita akan melihat
bahwa sering kali Allah membutuhkan waktu yang lama untuk membuat orang
“memandang ke atas.” Akan tetapi memandang kepada Allah adalah suatu keharusan
kalau kita mau mencari tahu Allah menghendaki kita menjadi siapa. Sebab
Allahlah yang menciptakan kita. Dialah yang memegang rancangan bagi kehidupan
kita. Berikutnya, kita perlu memandang ke dalam hati kita. Dalam Mazmur 139,
Daud berdoa, “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan
kenallah pikiranpikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku
di jalan yang kekal!” (23-24). Kita semua perlu memohon agar Allah menyertai
kita untuk menyelidiki hati dan kehidupan kita serta menuntun kita menjadi
seperti yang Ia kehendaki. Pada akhirnya, kita perlu memandang ke sekeliling
kita. Orang yang telah memandang ke atas dan telah benar-benar memandang ke
dalam hatinya, sekarang telah siap memandang ke sekelilingnya dan berhubungan
dengan sesama serta menjadi bagian dari rencana Allah bagi dunia. Apakah Anda
pernah benar-benar memandang kepada Allah, untuk memahami apa yang Ia katakan
tentang identitas Anda di dalam Dia? Seberapa sering Anda memandang ke dalam untuk melihat kondisi hati Anda?
Apakah Anda memandang ke sekeliling untuk melihat bagaimana Allah menghendaki
Anda berinteraksi dengan orang-orang dalam kehidupan Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar