Salah satu bagian yang paling dikenal dari
Kitab Kejadian adalah pasal ketiga, di mana Adam dan Hawa memakan buah
terlarang. Pasal 2 menunjukkan manusia sebagaimana Allah menciptakannya dan
menghendakinya pada mulanya. Pasal 3 menunjukkan dosa – yaitu pada mulanya
maupun pada waktu sekarang. Pasal 3 menunjukkan Adam dan Hawa menghadapi
keputusan yang sama seperti yang kita semua hadapi setiap harinya: Apakah kita
mau mengikuti jalan Allah atau jalan kita sendiri? Allah menciptakan kita
sebagai makhluk yang dapat memilih. Oleh karenanya, manusia dapat memilih
kehendak Allah atau memilih kehendaknya sendiri.
Kejadian 3 menggambarkan krisis tersebut
saat pertama kali terjadi. Kejadian 3 menggambarkan pergumulan kehendak pada
awalnya sehingga kita dapat memahami pergumulan kehendak dalam kehidupan kita
pada waktu sekarang. Latar belakang krisisnya telah diberikan dalam Kejadian
2:8-9: “Selanjutnya Tuhan Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur;
disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu. Lalu Tuhan Allah
menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk
dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.”
Entah bagaimana orang menganggap bahwa yang dimaksud buah terlarang adalah
buah apel, padahal tidak ada ayat yang menyebut buah apel. Sebagai gantinya,
kita membaca tentang pohon kehidupan, dan pohon pengetahuan tentang yang baik
dan yang jahat. Sebelum kita
melanjutkan, kita perlu membicarakan gaya bahasa yang digunakan di sini. Kisah
ini bersifat sejarah, namun juga bersifat kiasan. Kiasan maksudnya adalah kisah
di mana orang, tempat, dan segalanya mempunyai pengertian yang lain di samping
arti sejarah atau arti yang sudah jelas, dan biasanya bermuatan pengajaran moral.
Dalam menggambarkan Taman Eden,
jenis-jenis pohon yang kita baca mengindikasikan bahwa Allah akan memenuhi
segala kebutuhan manusia di tempat tersebut. Tolong Anda memperhatikan
prioritasnya: pertama, pohonpohon tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
mata, lalu untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, lalu untuk memberikan
kehidupan. Akan tetapi ada juga pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang
jahat, dan Allah melarang manusia memakan buah pohon pengetahuan ini. Dalam pasal 3, di mana dikisahkan tentang
dosa pertama, tolong Anda perhatikan bagaimana urutan prioritas tersebut
diubah. Bukannya mendahulukan kebutuhan mata, makanan, kehidupan, tanpa pernah
memikirkan pengetahuan, Adam dan Hawa justru mendahulukan makanan, mata,
pengetahuan – sehingga tidak pernah mendapatkan kehidupan. Sebagai gantinya,
mereka mendapatkan kematian rohani.
Ulangan 8:3 mengatakan: “… manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi
manusia hidup dari segala yang diucapkan Tuhan.” Ketika kita mencari cara-cara
untuk memenuhi kebutuhan dan memuaskan hasrat kita, kita takkan benarbenar
hidup. Menurut ayat ini, kehidupan sejati datang dari mematuhi setiap Firman
yang ke luar dari mulut Allah.
Ketika Allah menempatkan Adam dan Hawa di Taman Eden,
Ia sudah menyediakan segala yang mungkin mereka butuhkan. Allah mengetahui
kebutuhan mereka sebab Dialah yang menciptakan mereka. Dan karena Dia juga yang
menciptakan kita, Ia juga mengetahui kebutuhan kita, dan Ia bermaksud
memenuhinya. Anda mungkin bertanya-tanya, mengapa mata didahulukan
dalam urutan prioritas di atas. Ketika Kitab Suci menyebut mata, sering kali
yang dimaksudkan bukanlah mata fisik. Misalnya, dalam Matius 6:22-23, Yesus
mengatakan: “Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh
tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada
padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.” Jelas yang Yesus maksudkan bukan
mata fisik. Melainkan cara kita memandang segalanya, cara berpikir kita. Dan
ketika Allah demikian memprioritaskan apa yang menarik dilihat di Taman Eden,
sesungguhnya Allah mau menyampaikan bahwa manusia perlu memandang kepada-Nya
sebagai yang memenuhi kebutuhan terbesar mereka. Dan kebutuhan terbesar Adam
dan Hawa maupun kita sekarang adalah membiarkan Allah menunjukkan kepada kita
bagaimana seharusnya kita memandang segalanya.
Akan tetapi ada lagi yang digambarkan dalam pasal 3. Setelah Adam dan
Hawa menyerah kepada pencobaan, kita membaca bahwa “Ketika mereka mendengar
bunyi langkah Tuhan Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari
sejuk, bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap Tuhan Allah di antara
pohon-pohonan dalam taman. Tetapi Tuhan Allah memanggil manusia itu dan
berfirman kepadanya: “Di manakah engkau?” (ayat 89). Sungguh menarik bahwa Allah memulai
dialog-Nya dengan Adam dan Hawa dengan menanyakan: “Di manakah engkau? Siapakah
yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang?” Allah sudah mengetahui
jawabannya, sebab Allah berada sekaligus di mana-mana, melihat segalanya. Allah
mengajukan pertanyaan sebab ada hal-hal yang Adam dan Hawa sendiri tidak tahu.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dirancang untuk membuat mereka berpikir. Ketika
Allah bertanya, “Di manakah engkau?”, sesungguhnya yang Allah maksudkan adalah
“Mengapa engkau bersembunyi dari-Ku?”
Menanggapi pengakuan Adam bahwa ia bersembunyi karena dirinya telanjang,
Allah menanyakan: “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau
telanjang?” (ayat 11a) Dalam bahasa Ibrani, pertanyaannya adalah, “Siapakah
yang membuatmu mengetahui hal itu?” Tentunya, jawabannya adalah bahwa Allah
sendirilah sumber informasi tersebut, sebab Allah adalah sumber segala
informasi. Ada informasi yang Allah mau kita dapatkan, namun ada juga informasi
yang disimpanNya dari kita. Yang pasti, tidak ada informasi yang tidak Allah
miliki. Setiap kali kita mengetahui di mana kita berada secara rohani, kalau
kita merenungkannya, Allah sendirilah yang menjadikan kita mengetahui di mana
kita berada dan di mana seharusnya kita berada.
Berikutnya Allah menanyakan, “Apakah engkau makan dari buah pohon, yang
Kularang engkau makan itu?” (ayat 11b) Adam dan Hawa telah tidak taat kepada
Allah, dan sekarang mereka bersembunyi, menutupi tubuh mereka dengan daun pohon
ara, menanggung konsekuensinya. Kalau Anda sedang menanggung konsekuensi yang
Anda benci, tanyakanlah kepada diri sendiri: Apakah saya makan dari buah pohon
terlarang? Apakah saya telah tidak menghiraukan atau tidak mentaati Firman
Allah? Apakah saya mengabaikan petunjuk-Nya dalam kehidupan saya? Pertanyaan Allah yang keempat, “Apakah yang
telah kauperbuat ini?” ditujukan kepada Hawa, dan hal itu menghasilkan
pengakuan, walaupun dengan alasan. Kata “mengakui” berasal dari dua kata yang
berarti “mengucapkan” dan “kesamaan” – dengan kata lain, mengakui artinya
“mengucapkan kesamaan”. Secara harafiah, pengakuan artinya sependapat dengan
Allah tentang apa yang telah Anda perbuat. Allah menghendaki Hawa memaparkan
segala faktanya di antara mereka, sehingga mereka dapat membereskan
bersama-sama, apa yang telah terjadi. Itulah yang juga Allah kehendaki dari
kita. Allah menghendaki kita menyadari apa yang telah kita perbuat dan
mengkonfrontasikannya dengan jujur.
Kejadian 3 adalah gambaran tentang dua orang yang berbuat dosa dan
bagaimana Allah menangani mereka, sekaligus gambaran tentang kita semua yang
telah berbuat dosa, dan menunjukkan bagaimana Allah menangani kita ketika kita
bersembunyi dari-Nya setelah berbuat dosa. Demikianlah gambaran dosa dan
konsekuensinya. Juga gambaran bagaimana Allah mencari orang berdosa dan membuka
jalur komunikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar